Saturday, 20 July 2013

Posted by Unknown | File under :

 
Kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah: “Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186) “Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)
Imam Asy-Syafi'i merupakan seorang pakar ilmu Kalam yang menolak akidah Asma' wa Ash-Shifat, sebagai bid'ah yang dibuat oleh kaum Zindik (menyimpang) yang tidak selaras dengan tuuan akidah para mutakalimin, beliau menegaskan bahwa Tauhid Asma' wa Ash-Shifat,kekufuran daripada golongan Muhaditsin Mujassimah,
Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, wajib untuk melakukan takwil terhadap teks tajsim yang kufur dan menyeleweng daripada akidah Al-Asy'ariyin dan kaum Falsafah, tujuand aripada akidah ilmu Kalam adalah membantah kesesatan mereka yang kufur, betapa banyak penyimangan dalam akidah kaum muslimin dengan bid'ah yang dibuat oleh golongan Mujassimah dalam aqidah, sehingga kufurlah orang-orang menganggap bahwa al-Asma' adalah bermakna dengan al-wahyi yang shadiq, padahal al-Murawi dan al-Musyarah hadits ini adalah kekufuran dan menyimpang daripada aqidah yang sharih, yang menolak takwil sebagian hadits yang mengandung atribut tajsim (tubuh) seperti tangan (al-yad), tubuh (al-shurah), jari-jemari, kepala, kaki bahkan mereka menyifatkan Allah seenaknya dengan hadits durjana dan kufur, Maka wajib untuk menakwilkan makna tangan sebagai al-ni'mat atau pun keagungan (al'azham) dan juga muka dengan al-Quwwah, tidak boleh mengatakan Allah mempunyai tangan (al-yad) tetapi wajib untuk mengartikannya dengan tepat dengan mensucikannya daripada keserupaan, tidak benar bahwa maknawi daripada hadits ini dapat dipahami tanpa ilmu Nahwu (grammatik), bayan dan mantiq (logika), perlu mengkaji ilmu-ilmu tersebut agar tidak menyimpang daripad akidah Ahlus Sunnah wa al-Jama'ah yang sejati, dimana merek Ahli Tauhid sangat peduli dan menjauhi penyifatan Allah dan mereka menjauhi pertentangan sebagaimana kaum yang menyimpang.


 Akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah.
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.

Pembagian akidah tauhid

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
  • Tauhid Al-Uluhiyyah,
    mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
  • Tauhid Ar-Rububiyyah,
    mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
  • Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
    mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.


0 comments:

Post a Comment